January 7, 2012

Apa Kabar

Kemarin. Hari Jumat. Tanggal 6 Januari 2012. Saya ke kampus, bukan karena rajin mau belajar, atau mau bimbingan, atau mau main PES. Tapi mau jemput pacar saya. Mau terus pergi bareng. Mau kencan. Mau pacaran biar kaya orang-orang lain. Aduuuh, kenapa saya masih saja pacaran disaat beberapa teman saya sudah menikah. Aduuuh, kenapa saya jadi curhat? Aduuuh kenapa jadi melebar kesana kemari. Aduuh, sudah jangan melebar, kita kembali ke topik, yang jelas inti dari tulisan ini bukan tentang saya yang sudah pengen menikah *Lho??*

Langsung saja pada intinya...
*jreng-jreng*
Jadi waktu saya masuk ke ruang tata usaha buat tanya nilai, disana saya ketemu dosen saya yang saat itu sudah jadi ibu-ibu. Dosen saya itu tersenyum ketika melihat saya, dengan antusias beliau menyapa "Heeii Fuad, apa kabar?"
"Ehh ibu, ibu apa kabar?, mau pulang bu?"
"Iya nih, saya duluan yah"
"Iya bu hati-hati dijalan bu"

Kejadian yang berlalu saja, tidak membuat saya galau lalu melamun.Tidak. Tidak juga membuat saya lalu berfikir keras memikirkan makna dari peristiwa tersebut. Tidak. Dan tentu saja tidak juga membuat saya melompat-lompat karena senang. Karena girang, seperti ketika saya membuat gol. Biasa saja, tersenyum juga tidak. Benar-benar biaSSa! (huruf S nya dua dan kapital, biar keliatan lebih tegas *soktau*).

Selanjutnya, beberapa waktu kemudian, setengah atau satu jam kemudian kalau tidak salah, ketika saya sedang berjalan bersama pacar saya dan kedua temannya yang juga teman saya, salah seorang dari teman kami tersebut juga bertanya pada saya, dengan sopan santun yang luar biasa baik.
"Fuad, apa kabar?"
Dengan kikuk saya menjawab"Eeeh, yaa begitu-begitu saja"

Hari itu, yang tidak lain adalah hari kemarin. Hari Jumat tanggal enam januari dua ribu dua belas, ada dua orang yang bertanya tentang kabar saya. Mungkin sekilas biasa saja, iya biasa saja, walau tidak pakai dua s yang besar-besar, karena masih mungkin.

Tapi tahukah kamu, kalau donat itu tidak selamanya berlubang, kalau pelangi tidak selamanya datang setelah hujan reda, tidak selamanya syahrini itu menggelikan, dan tentu saja tidak selamanya mendung itu kelabu. Tahukah kamu kalau beberapa menit setelah pertanyaan teman saya tentang kabar saya itu, membuat saya menyadari bahwa begitu banyak orang baik di sekitar saya.

Beberapa waktu lalu, saya pernah membaca sebuah tulisan, dimana, dan siapa yang menulis itu saya lupa, tapi intinya berbunyi begini

"Sungguh, hati saya sudah tidak sanggup menyaksikan televisi, pemerkosaan di angkot, korupsi, pembunuhan, tawuran, kekerasan, dan kebencian dimana-mana"

Tidak salah memang, belakangan yang saya saksikan di televisi memang seperti itu, ada pemerkosaan ayah ke anak tiri, ada pejabat-pejabat yang entah kenapa tiba-tiba ingin membeli mobil buatan anak STM, padahal masih ada beberapa mobil lain parkir di garasi rumahnya, ada pembantaian orang. Sungguh mengerikan memang. Walau masih kalah mengerikan dengan pria-pria dengan rambut pirang KW dua belas yang menari-nari sambil mangap-mangap pura-pura bernyanyi layaknya ikan maskoki, atau penyanyi dangdut yang entah kenapa bernyanyi sambil berakting kesurupan, bergetar-getar seperti HP saya ketika ada sms.

Tapi kalau kita mau melihat lebih dalam, lebih mau merasakan. Nyatanya masih banyak hal-hal indah di sekitar kita. Masih ada Gugun Blues Shelter diantara puluhan semi pria yang mengaku boy band, masih ada acara edukasi tentang permainan rakyat diantara ratusan sinema elektronik yang mensinetronisasi kehidupan kita. Masih ada acara yang memperlihatkan betapa indahnya alam Indonesia dari pada sekedar tontotan tentang anak tanggung yang berlari-lari mempermainkan ular. Kasih sayang dan kebaikan nyatanya selalu ada di sekitar kita seburuk atau sekotor apapun lingkungan itu.

Sapaan "apa kabar" atau "permisi" atau "punten" atau ucapan "terima kasih" mungkin terdengar seperti basa basi. Pelengkap. Namun bukankah basa-basi tadi itu bagian dari kasih sayang, terlepas dari tulus atau tidaknya, setidaknya ada bentuk perhatian yang muncul dari basa basi tersebut. Ada usaha untuk menghargai, tidak main bakar tanpa bertanya terlebih dahulu, tidak main pukul tanpa permisi.

Dua pertanyaan "apa kabar" yang ditanyakan kemarin membuat saya tersadar, bahwa terkadang basa-basi itu perlu, untuk mengajarkan kita tentang bagaimana menghargai, menyayangi. Terlepas tulus atau tidaknya ucapan tersebut, setidaknya kita telah mencoba untuk berbuat baik. Berbuat sopan.

No comments: