June 9, 2009

Antara Bhineka Tunggal Ika, Kemajemukan, dan Trend Paket Hemat

Masih tergambar jelas dalam ingatan hari dimana saya untuk pertama kalinya berseragam sekolah putih merah, hari dimana saya harus masuk keruang 9, ruangan untuk kelas anak kelas satu. Diliputi dengan perasaan asing dan malu-malu kucing, ketika sebelah kaki saya melangkah masuk diikuti oleh tatapan mata mencari objek menarik , dan akhirnya mata itu terkunci patung kayu mencolok diantara dua gambar pemimpin Negara. Patung burung garuda dengan tulisan “Bhineka Tunggal Ika”.


Saya sadari betapa besar harapan dari sang penggagas semboyan Negara itu. Beliau sadari kemajemukan yang tercipta di negeri ini, dari sabang sampai merauke berjajar pulau-pulau yang sambung menyambung dengan beragam kebudayaan dan pemikiran. Mungkin harapan beliau-beliau hanya ingin melihat timbulnya rasa persaudaraan, timbulnya satu rasa memiliki terhadap negeri ini.


Lihatlah hari ini kemajemukan itu kian terlihat, beragam suku bangsa dan kebiasaan berbaur dalam satu alat transportasi yang sama. Di tiap sudut kota tampak berbagai etnis berbaur menjadi satu Tapi sayanganya kemajemukan bangsa ini tidaklah dibarengi dengan beragamnya selera dan karya yang dihasilkan. Sepertinya masyarakat ini terjebak dalam pola hidup paket hemat restoran cepat saji. Semua orang ingin serba seragam mereka lebih cenderung mengikuti trend dari pada menciptakan trend baru.


Dewasa ini masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa dengan mengikuti trend, mereka telah mengukuhkan eksistensi mereka sebagai mahluk hidup. Masyarakat seperti ini selalu beranggapan bahwa mengikuti trend dapat menghasilkan suatu perasaan bangga yang umumnya di konotasikan sebagai gengsi. Mereka umumnya mengikuti trend melihat orang lain melakukannya juga, bukan karena mereka benar-benar ingin atau butuh. Sebagai contoh lihatlah para pemakai smart phone yang bahkan tidak menggunakan seluruh fitur-fitur dalam ponsel mereka, hal itu karena mereka sebenarnya tidak benar-benar membutuhkan jenis ponsel seperti itu. Contoh lain lihatlah orang-orang yang menyaksikan festival musik Jazz terbesar di Indonesia, banyak dari para pengunjung yang hanya duduk saja di pinggir panggung tanpa sedikitpun menyaksikan pertunjukan, hal itu di karenakan mereka sebenarnya tidak sungguh-sungguh ingin menonton acara tersebut, mereka hanya mengikuti trend yang sedang ada demi gengsi semata saja. Mereka bahkan tidak mengerti apa yang sedang mereka lakukan.


Sadari atau tidak ada pihak-pihak capital tersenyum simpul sambil menggoyang-goyangkan kakinya melihat menjamurnya pola hidup masyarakat paket hemat seperti ini.

No comments: