April 20, 2009

Susah takut senang serakah

Sore tadi sepulang berlibur dari Pulau Ayer, sambil menunggu perahu boat yang akan membawa saya kembali ke pantai Marina, saya menyempatkan mengobrol ringan dengan teman saya didermaga pulau tersebut, tidak banyak topic yang kita angkat dalam pembicaraan tersebut meskipun begitu pembicaraan yang pada awalnya hanya berawal dari masalah tidak serius menyimpang suatu pernyataan berbau quotation yang membuat saya tersadar akan sifat dasar dari manusia,

Bermula dari obrolan mengenai rencana konser “Jamiroquai” dan kualitas musik “Jason Mraz” yang terangkat dari single “I’m yours” dan “Lucky”, pembicaraan berlanjut ke hal-hal serius mengenai “eksploitasi Pocong” sampai eksploitasi balita dalam sinema-sinema elektronik, yang menyinggung tentang kebiasaan orang tua yang membiarkan anak-anak mereka bekerja keras sedangkan mereka diam berlagak menjadi manager yang kemudian menikmati hasil keringat anak-anak yang katanya disayang itu. Pada akhir pembicaraan itu tiba-tiba teman saya mengatakan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat takut dan serakah.

Pada umumnya manusia akan selalu merasa takut saat roda kehidupannya membawa dirinya pada posisi kurang baik, atau secara lebih sederhana saat sedang di bawah manusia akan merasa takut, tetapi saat berada di atas manusia itu akan merasa serakah.

Saat berada dalam kondisi ekonomi yang kurang baik setiap manusia akan merasa takut tidak bisa membiayai seluruh kebutuhan materialnya, tidak bisa bayar sekolah, tidak bisa bayar listrik dan internet, bahkan takut tidak bisa membeli makanan untuk bertahan hidup, selalu takut, takut dan takut…

Saat mereka keluar dari posisi ekonomi yang kurang baik lalu kemudian berhasil membalikan roda kehidupan mereka dengan telak dan mutlak, maka bukan roda kehidupan mereka saja yang berubah tetapi seakan sifat kemanusiaan mereka juga berubah, sepertinya mereka melupakan rasa takut untuk berubah menjadi serakah, mereka menggunakan seluruh kemampuan dan kekuasaan yang mereka miliki untuk terus memperkaya diri, dan melupakan bahwa ada orang-orang yang takut mereka tindas.

Mereka lupa saat-saat mereka saling membagi sepiring nasi untuk seluruh anggota keluarga, saat-saat dimana mereka tidak segan membagi sepotong singkong goreng untuk tetangga mereka yang belum makan pagi. Entah kenapa saat sepertinya mereka mampu membelikan satu karung beras untuk satu pedesaan, mereka bahkan membiarkan tetangga sebelah mereka hanya mencium bau daging panggang dan sup asparagus yang keluar dari dapur mereka.. Entah kenapa rasanya sepotong singkong itu terlalu berharga untuk diberikan kepada kerabat mereka yang tidak mampu. Entah kenapa satu karung beras itu tampak sangat mahal jika harus diberikan kepada anak jalanan yang menderita jika dibandingkan dengan handphone wifi mahal untuk mereka gunakan sendiri.

No comments: