September 30, 2009

tentang kematian

Akhir - akhir ini Saya terus bermimpi tentang kematian, kematian-kematian yang tampak begitu dekat dan nyata. Kematian yang katanya pasti datang tanpa permisi

Pernah saya bermimpi melihat diri saya memakai kaos Bob Marley, berdiri diatas bukit gersang disamping satu pohon tua yang juga merupakan satu-satunya mahluk hidup selain saya disana, pohon tua yang tidak lagi memiliki daun, hanya ada ranting-ranting dengan tingkat kekeringan yang cukup memprihatinkan. Kemudian tampak seorang pria tua dengan baju serba putih menghampiri saya, beliau kemudian berkata bahwa sudah saatnya saya pulang, Pulang ke dunia yang nyata, dunia yang abadi, dunia yang bukan merupakan tempat singgah sementara.

Pernah juga saya bermimpi tentang diri saya yang tersesat disuatu desa yang entah dimana. Tampak di desa itu rumah-rumah penduduk terbuat dari kayu dan bambu. Setiap rumah dilengkapi dengan bohlam lampu kuning merk Philips. Di mimpi ini saya tampak sedang berjalan mencari arah pulang, saya terus berjalan diatas jalan-jalan setapak dengan muka kebingungan. Sesekali saya berhenti untuk menendang batu-batu kali yang tersebar di jalan-jalan setapak itu. Tidak ada orang lain di situ hanya ada saya ditemani suara-suara jangkrik dan suara-suara pohon bambu tertiup angin. Saya terus berjalan tanpa arah yang jelas sampai akhirnya saya tiba di suatu pemakaman tua, ada sekitar 13 makam disitu, semua makam tampak seragam dengan bentuk nisan yang sama. Tampak beberapa nama yang tidak saya kenal tertulis jelas dinisan kayu tersebut. Rupanya ada sebuah makam baru yang terletak agak terpisah, di sana ada seorang anak kecil bergaun putih sedang menangis, setelah bertanya saya tau bahwa yang baru saja meninggal adalah ibunya yang juga seorang pelacur. Setelah berkeliling pemakaman tersebut, saya menemukan seorang kakek tua bersarung yang sedang menggali lubang kuburan untuk saya tempati malam ini juga.

Di mimpi yang lain saya melihat tubuh saya berbalut kain kafan sedang tertidur di ruang tengah keluarga saya. Di sana tampak ibu saya mengenakan mukena putih dan menggenggam Al Quran. Sangat jelas kesedihan tergambar dari wajah mamah yang tidak lagi muda, tampak butiran-butiran air mata mengenang di kedua bola matanya. Terlihat teman-teman dan seluruh saudara saya duduk berkeliling sambil membaca doa untuk saya yang sudah tidak bernyawa. Saya yang sudah pergi dari dunia fana untuk kemudia pulang ke dunia yang sungguh nyata. Dunia yang tidak lagi menjadi tempat singgah sementara. Dunia yang kelak akan mempertemukan saya kembali dengan orang-orang yang saya cintai.

1 comment:

aNoTher woNdeR woMen said...

serem pu..
takut pu..
sedih pu..

aslina takkut kehilangan temen yang super duper jujur.. :(