Lihat itu disana
Di ibu kota, ketika senja tiba dan matahari berangsur pulang. Lihatlah itu disana di ibu kota tempat gedung-gedung tumbuh menjamur. Gedung-gedung yang tumbuh menjamur karena dipupuk rupiah. Rupiah yang katanya berharga karena kamu meyakininya.
Lihatlah ketika senja tiba dan menyapa di ibu kota yang dulunya bernama sunda kelapa.
Pria-pria berdasi dengan rambut berjelly keluar dari gedung yang katanya perkantoran, memamerkan betapa rapihnya kemeja dan celana mereka yang kebanyakan berwana hitam. Mereka itu yang menghabiskan hampir seluruh waktunya diruangan ber AC memandangi layar-layar LCD lebar demi rupiah-rupiah di awal bulan. Rupiah yang mungkin berharga karena semua orang meyakininya, rupiah yang mungkin mereka gunakan untuk membeli secangkir kopi berharga puluhan ribu bersama teman-teman mereka sambil merokok dan berbincang-bincang tentang pekerjaan mereka, pekerjaan yang mereka lakukan dari senin sampai jumat dari pagi sampai sore dan masih mereka perbincangkan ketika berakhir pekan bersama kawan dan pasangan.
Lihatlah ketika senja tiba menyapa di ibu kota
Puluhan orang memadati ruang yang berbatas, Ruang yang kamu sebut kendaraan yang kamu yakini akan membawamu ketempat tujuan. Mungkin pulang, untuk bertemu anak istri, orang tua, atau hanya kumpulan benda mati yang senantiasa menanti.
Lihatlah ketika matahari sudah tidak lagi sombong bersinar di ibu kota
Ribuan kendaraan bermotor berlomba menempati ruang-ruang mengeluarkan jutaan ton polutan perdetik, mewarnai langit dengan asap, mengangkut bermacam orang didalamnya. Orang-orang dengan berbagai macam pekerjaan, berbagai macam bahasa, berbagai macam tujuan. Bersama-sama menyakini akan berharganya rupiah..
Di ibu kota, ketika senja tiba dan matahari berangsur pulang. Lihatlah itu disana di ibu kota tempat gedung-gedung tumbuh menjamur. Gedung-gedung yang tumbuh menjamur karena dipupuk rupiah. Rupiah yang katanya berharga karena kamu meyakininya.
Lihatlah ketika senja tiba dan menyapa di ibu kota yang dulunya bernama sunda kelapa.
Pria-pria berdasi dengan rambut berjelly keluar dari gedung yang katanya perkantoran, memamerkan betapa rapihnya kemeja dan celana mereka yang kebanyakan berwana hitam. Mereka itu yang menghabiskan hampir seluruh waktunya diruangan ber AC memandangi layar-layar LCD lebar demi rupiah-rupiah di awal bulan. Rupiah yang mungkin berharga karena semua orang meyakininya, rupiah yang mungkin mereka gunakan untuk membeli secangkir kopi berharga puluhan ribu bersama teman-teman mereka sambil merokok dan berbincang-bincang tentang pekerjaan mereka, pekerjaan yang mereka lakukan dari senin sampai jumat dari pagi sampai sore dan masih mereka perbincangkan ketika berakhir pekan bersama kawan dan pasangan.
Lihatlah ketika senja tiba menyapa di ibu kota
Puluhan orang memadati ruang yang berbatas, Ruang yang kamu sebut kendaraan yang kamu yakini akan membawamu ketempat tujuan. Mungkin pulang, untuk bertemu anak istri, orang tua, atau hanya kumpulan benda mati yang senantiasa menanti.
Lihatlah ketika matahari sudah tidak lagi sombong bersinar di ibu kota
Ribuan kendaraan bermotor berlomba menempati ruang-ruang mengeluarkan jutaan ton polutan perdetik, mewarnai langit dengan asap, mengangkut bermacam orang didalamnya. Orang-orang dengan berbagai macam pekerjaan, berbagai macam bahasa, berbagai macam tujuan. Bersama-sama menyakini akan berharganya rupiah..
Comments