Langit sore itu begitu kelabu, awan-awan pengangkut
butiran air hujan yang sedari tadi bergelantungan di langit tampak sudah
terlalu lelah membawa butiran air tersebut lebih lama lagi. Setelah beberapa
menit berlalu, akhirnya butiran-butiran air itu turun dengan lembut, membasahi
setiap yang dia temui.
Seorang bapak berkaos singlet dan bertato bunga di
lengan kanan, tampak memacu motornya dengan kecepatan melebihi rata-rata
pengedara lain, ia seperti tidak mempedulikan keadaannya anak kecil yang
diboncengnya yang sedari tadi mengibarkan bendera putih bertuliskan “ketakutan”
sambil tidak lupa terus memeluk erat orang yang duduk di depannya. Beberapa
pengendara motor lain justru segera memperlambat laju motor mereka untuk
kemudian menepi, ada yang langsung mencari tempat berteduh, ada juga yang
langsung dengan sigap membuka bagasi dan mengeluarkan jas hujan dan melanjutkan
perjalanan.
Ada juga sepasang manusia yang mungkin suami istri,
sibuk menggelar terpal berwarna biru untuk menutupi bangku dan meja di belakang
gerobak bertuliskan Gudeg Jogja Yu Neem. Seorang wanita paruh baya yang sore
itu berpakaian batik yang sibuk dengan berbagai macam kantong plastik, kalau
diperhatikan mungkin ada sekitar lima sampai tujuh buah yang didominasi warna
hitam. Dia tampak setengah berlari menuju halte bus yang sejak tadi sudah
dijejali orang-orang.
Di sudut yang lain tampak sepasang manusia lain yang
mungkin sepasang kekasih berteduh di bawah atap kios rokok yang tidak terlalu
lebar, tangan mereka tampak erat bergandengan, mata mereka terus memperhatikan
setiap butir air yang jatuh walau sesekali mereka saling pandang dan saling
melemparkan senyum. Saya perhatikan, tidak sedetikpun mereka melepaskan ikatan
tangan mereka.
Waktu terus berlalu dan langit yang awalnya berwarna
abu-abu kini perlahan hitam. Lampu-lampu kota mulai bertugas menggantikan
fungsi matahari. Kendaraan yang lalu lalang mewarnai setiap butir air yang
jatuh, ada yang menjadikannya kuning, putih, ada juga yang menjadikan butiran
itu berwarna merah. Sepasang manusia yang mungkin kekasih tadi akhirnya
memutuskan untuk berjalan melewati hujan yang belum juga mau berhenti. Sang
wanita tampak berjalan menunduk dan sang pria tampak menutupi kepala kekasihnya
dengan satu tangan. Mereka berjalan bersama tanpa pernah melepaskan genggaman
tangan mereka.
17 November 2012
Di balik Jendela di sudut kota Yogyakarta
Comments