Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2009

Ibu Guru Saya..

Pagi itu seorang wanita paruh baya berjaket parasit biru putih dengan motor Honda tua warna hitam memasuki lapangan Sekolah Dasar tempat saya menuntut ilmu. Samar-samar tercium wangi melati saat beliau memasuki ruangan kelas lalu kemudian dengan sedikit berteriak beliau kemudian menyuruh anak muridnya untuk membagi halaman buku menjadi 9 bagian untuk kemudian mendiktekan beberapa soal hitungan yang akan segera direspon cepat oleh ke 52 muridnya. Hari demi hari kehadiran ibu guru saya tidak pernah lepas dari keriangan kami anak muridnya, walapun dikenal dengan ibu guru galak tapi entah kenapa tidak ada sedikitpun rasa takut pada diri kami, kami mencintai beliau apa adanya, caranya mengajarkan kami bernyanyi lagu kebangsaan, cara Beliau mengajarkan kami bagaimana menjadi seorang pemimpin, cara beliau menanamkan rasa persaudaraan diantara ke 52 muridnya. Masih teringat jelas dalam kepala saya saat-saat beliau menceritakan kisah tentang gagahnya Seorang Patih dari Majapahit yan...

Susah takut senang serakah

Sore tadi sepulang berlibur dari Pulau Ayer, sambil menunggu perahu boat yang akan membawa saya kembali ke pantai Marina, saya menyempatkan mengobrol ringan dengan teman saya didermaga pulau tersebut, tidak banyak topic yang kita angkat dalam pembicaraan tersebut meskipun begitu pembicaraan yang pada awalnya hanya berawal dari masalah tidak serius menyimpang suatu pernyataan berbau quotation yang membuat saya tersadar akan sifat dasar dari manusia, Bermula dari obrolan mengenai rencana konser “Jamiroquai” dan kualitas musik “Jason Mraz” yang terangkat dari single “I’m yours” dan “Lucky”, pembicaraan berlanjut ke hal-hal serius mengenai “eksploitasi Pocong” sampai eksploitasi balita dalam sinema-sinema elektronik, yang menyinggung tentang kebiasaan orang tua yang membiarkan anak-anak mereka bekerja keras sedangkan mereka diam berlagak menjadi manager yang kemudian menikmati hasil keringat anak-anak yang katanya disayang itu. Pada akhir pembicaraan itu tiba-tiba teman saya mengatakan bah...

Jelek..

Rasanya saat ini otak saya memaksa pemiliknya untuk segera membuat tulisan yang tidak memiliki tujuan dan arah bahkan inti pemikiran yang jelas, entah kenapa rasanya ada dorongan yang entah datang dari mana, memaksa jari-jari saya terus merangkai kata, hingga terciptalah tulisan jelek ini, tulisan jelek yang bahkan tidak pantas untuk saya simpan dalam blog saya ini. Tulisan tanpa maksud yang jelas yang bahkan lebih jelek dari pada tulisan tetangga saya yang berumur Sembilan tahun tentang indahnya warna bunga di depan pagar rumah seorang nenek tua di pagi hari

Pocong dan Kuntilanak Menuntut Balas..

Kurang lebih satu bulan yang lalu, Industri film layar lebar, seakan-akan berlomba memutarkan film bertemakan kuntilanak. Ada kuntilanak kamar mayat, kuntilanak satu sampai tiga, kuntilanak merah, kuning sampai hijau bahkan sampai kuntilanak mencari sesuap nasi pun tampak akan segera di angkat ke layar lebar atau layar perak. Tidak kalah dengan kuntilanak, sang pesaing yang merupakan musuh bebuyutan kuntilanak, yaitu sang pocong dengan ciri khas kain putih dengan ikatan simpul diujung kepala pun semakin sering menghiasi poster-poster film bertajuk “sumpah ini bukan pocong”, “anjrit ada pocong”, “ko pocong lagi sih?”, sampai “pocong di ambang batas usia” pun sepertinya akan segera hadir untuk memuaskan rasa penasaran bangsa Indonesia terhadap pocong. Kolaborasi keduanya pun telah difilmkan dengan judul “Pocong vs Kuntilanak”, tak heran jika suatu hari akan muncul film “Pocong, kuntianak, dan saus cabai” di industri perfilman Indonesia. Seiring dengan maraknya film memunculkan pocong dan...

Tangis..

Sore ini di tepi sebuah sungai di Pusat Kota Jakarta ditemani derasnya hujan dan kencangnya hembusan angin, mari temani saya disini memandangi derasnya arus sungai lalu kemudian menangis sejenak tanpa air mata dan suara isakan tanpa mengurangi sedikitpun melankolisme hati merenungi segala caci maki dan kesombongan diri. Jangan biarkan air mata membuat kita sulit untuk melihat indahnya kehidupan, jangan biarkan suara isak tangis menghalangi lembutnya bisikan suara hati. Biarkan hati kita saja yang menangis tanpa air mata dan suara isak tangis. Bukankah sudah terlalu banyak air di sungai ini bukankah benturan air hujan dan tanah serta kerikil sudah cukup membuat kita harus saling berteriak. Marilah menangis sejenak bersama saya disini, duduk di tepi sungai ini saling merasakan hangat tubuh lewat telapak tangan kita yang saling bersentuhan tanpa saling berkata-kata hanya memandangi deras nya arus sungai ini bersama lalu kemudian pergi tak bersisa.